Sebagian Besar Rekapitulasi Dilakukan Manual, Antisipasi Selisih Suara Berjenjang
|
Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Sebagian besar rekapitulasi suara Pilkada 2020 di dilakukan secara manual, tidak menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagaimana direncanakan. Meskipun Sirekap hanya digunakan oleh PPK dan KPU Kabupaten/Kota, tetap masih ditemukan kendala dalam mengaksesnya. Hal tersebut berdasarkan pengawasan melekat yang dilakukan Bawaslu terhadap proses rekapitulasi baik di tingkat kecamatan maupun di kabupaten/kota.
Dari hasil pengawasan terhadap proses rekapitulasi di 3.629 kecamatan, didapatkan informasi bahwa PPK yang melakukan rekapitulasi menggunakan Sirekap sebanyak 708 kecamatan (20 persen). Selebihnya, yaitu 2.921 kecamatan (80 persen) melakukan rekapitulasi suara secara manual akibat Sirekap tidak dapat digunakan secara optimal.
Demikian juga hasil pengawasan Bawaslu terhadap rekapitulasi tingkat KPU Kabupaten/Kota. Dari 161 KPU Kabupaten/Kota yang melaksanakan rekapitulasi di hari pertama tahapan rekapitulasi tingkat kabupaten/kota (15 Desember 2020), terdapat 2 KPU Kabupaten/Kota yang murni menggunakan Sirekap (1 persen); 62 KPU Kabupaten/Kota (38 persen) menggabungkan penggunaan Sirekap dan hitungan manual; sementara selebihnya yaitu 97 KPU Kabupaten/Kota (60 persen) murni melakukan rekapitulasi secara manual.
Dengan pelaksanaan rekapitulasi secara manual, terdapat ribuan PPK yang akhirnya membuka kotak suara. Pembukaan tersebut dilakukan oleh PPK di setidaknya 159 kabupaten/kota. Pembukaan kotak suara dilakukan PPK untuk mendokumentasikan foto pada formulir C.Hasil-KWK kemudian memasukkan data yang tertera di formulir tersebut ke aplikasi Sirekap.
Pembukaan dilakukan karena tidak ada formulir untuk dirujuk, sedangkan C.Hasil-KWK tersimpan dalam kotak suara. Jadi, pendokumentasian dan input data dilakukan secara manual karena input data berjenjang melalui Sirekap tidak dapat dilakukan di tingkat KPPS.
Maka, sejak 10 Desember 2020, setelah pemungutan dan penghitungan selesai, PPK mewakili tugas KPPS untuk memasukkan data C.Hasil-KWK ke Sirekap. Tujuannya, agar data penghitungan suara di seluruh TPS data 100 persen terinput ke dalam Sirekap. Bahkan input hasil suara di TPS oleh PPK masih dilakukan hingga Berita Acara Rekapitulasi tingkat PPK selesai dilaksanakan.
Lebih lagi, saat PPK melaksanakan rekapitulasi secara manual dengan peranti lunak (software) excel, penjumlahan data tidak diformulasi secara otomatis. Hal itu menyebabkan munculnya kesalahan tidak terdeteksi, terutama soal penggunaan surat suara.
Perubahan metode rekapitulasi menjadi menggunakan cara manual pada akhirnya menimbulkan potensi munculnya dua informasi hasil rekapitulasi yang berbeda. Kedua hasil yang mungkin ada adalah, hasil rekapitulasi manual (akibat tidak dipakainya Sirekap) dan informasi hasil suara di TPS (Formulir C.Hasil-KWK) di Sirekap yang dimasukkan oleh PPK setelah dikeluarkannya Berita Acara Rekapitulasi (D.Hasil-KWK) di PPK. Apalagi, jika dalam input data ke dalam Sirekap, PPK tidak menyesuaikan nomor TPS dan kelurahan/desanya.
Untuk itu, penting bagi KPU untuk mengantisipasi adanya selisih suara pada rekapitulasi yang menggunakan Sirekap dengan metode manual. Potensi selisih suara itu dapat terjadi di setiap level rekapitulasi mulai dari kecamatan, kabupaten, hingga provinsi.
Antisipasi itu penting mengingat KPU menyebut bahwa Aplikasi Sirekap bertujuan untuk mempermudah kerja KPU, dan memberikan keterbukaan informasi kepada masyarakat. Dengan Sirekap, diharapkan pemilihan bisa diamati oleh masyarakat secara langsung, tanpa harus menunggu lama.
Pengawasan Proses Rekapitulasi di Tingkat Kecamatan
Bawaslu melakukan pengawasan secara melekat proses rekapitulasi di tingkat PPK sejak 10 hingga 14 Desember 2020. Dari hasil pengawasan tersebut, ditemukan beberapa kejadian khusus, misalnya, PPK tidak menyusun jadwal berdasarkan pengelompokan kelurahan/desa (64 PPK), lokasi rekapitulasi dilakukan di ruangan tertutup (324 PPK), adanya keberatan dari saksi (491 PPK), adanya perbaikan dari pengawas kecamatan (503 PPK), adanya selisih penggunaan suara saat rekapitulasi (313 PPK), terdapat perbedaan angka dari formulir rekapitulasi (353), Sirekap mengalami kendala (1.370 PPK) dan Sirekap tidak dapat digunakan (972 PPK).
Berikut hasil pengawasan oleh panwascam terhadap proses rekapitulasi suara di kecamatan.
Grafik Hasil Pengawasan Rekapitulasi oleh Panwascam di Kecamatan
Sebagai pembanding data rekapitulasi suara, Bawaslu melalui panitia pengawas kecamatan (panwascam) dan Bawaslu Kabupaten/Kota menggunakan data dari Sistem Informasi Pengawasan Pemilu (Siwaslu). Penyandingan data dilakukan sebagai pembanding dalam perbaikan data rekapitulasi suara di kecamatan dan Kabupaten/Kota. Ada paling sedikit 153 kabupaten/kota yang panwascamnya menggunakan data Siwaslu pada proses rekapitulasi di kecamatan.
Sedangkan, dalam penggunaan Siwaslu, setelah 24 jam Pemungutan dan Penghitungan Suara ditutup, sebanyak 256.139 TPS dari total 298.941 TPS (86 persen) yang laporan pengawasannya telah masuk pada sistem informasi yang dikembangkan Bawaslu itu. Laporan yang masuk di antaranya kesesuaian teknis penyelengggaraan dengan prosedur dan hasil penghitungan suara di TPS. Data yang masuk melalui Siwaslu tersebut juga akan digunakan sebagai hasil pengawasan jika ada perselisihan hasil pemilihan (PHP) di Mahkamah Konstitusi. Data Siwaslu dan Form-A hasil pengawasan akan menjadi alat konfirmasi.
Mengenai pemungutan dan penghitungan suara ulang, berdasarkan hasil pengawasan, Bawaslu kabupaten/kota di beberapa provinsi merekomendasikan pemungutan suara ulang (PSU). PSU direkomendasikan dilakukan di 103 TPS. Dari hasil pengawasan Bawaslu, partisipasi pemilih menurun pada PSU dibandingkan pemungutan suara serentak.
Hal itu terjadi misalnya di salah satu TPS di Sulawesi Utara yang partisipasi pada pemungutan suara serentak 9 Desember 2020 sebanyak 91,87 persen. Jumlah tersebut menurun pada PSU 12 Desember 2020 menjadi hanya 43,9 persen.
Hal yang sama juga terjadi di salah satu TPS di Jawa Tengah. Di provinsi itu, partisipasi pada pemungutan suara serentak sebesar 77 persen dari total DPT. Angkanya menurun menjadi 72 persen pada PSU.
Setelah dilakukannya rekapitulasi di tingkat PPK, maka perolehan suara pasangan calon sudah dapat diketahui. Hasil rekapitulasi dapat dijadikan alasan pasangan calon dan pendukungnya merayakan kemenangan yang dapat menimbulkan kerumunan. Bawaslu mengimbau kepada setiap pasangan calon, tim kampanye dan pendukungnya selalu menjaga protokol kesehatan. Selain itu, Bawaslu juga meminta kepada pemerintah daerah dan kepolisian setempat untuk menanggulangi terjadinya kerumunan tersebut.
Bawaslu Republik Indonesia